Just to share..
Menyikapi Kematian Anak
Penulis : Arda Dinata
Dari: Kota Santri.com
Ya Allah, ringankanlah kami menanggung beban musibah dunia. Berikanlah kami sifat ridha atas qadha dan qadharMu. Pimpinlah kami di dunia dan di akhirat, karena hanya Engkau-lah sebaik-baik pemimpin, wahai Tuhan Seru sekalian alam."
Diceritakan dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas RA bahwa anak Thalhah merintih sakit, sedangkan Abu Thalhah ke luar rumah. Kemudian anak itu meninggal dunia. Ketika Abu Thalhah pulang, ia bertanya, "Bagaimana keadaan anakku?"
Ummu Sulaim (ibu anak itu) menjawab, "Ia tenang seperti sedia kala (yang dimaksud adalah meninggal dunia, sedangkan Abu Thalhah mengira bahwa anaknya itu dalam keadaan sehat)." Kemudian Ummu Sulaim menyediakan makan malam untuk Abu Thalhah. Setelah itu, ia berhias diri, lebih cantik daripada biasanya, hingga Abu Thalhah menggaulinya.
Setelah ia melihat bahwa suaminya sudah melepaskan rindunya dan merasa puas, Ummu Sulaim berkata kepada suaminya, "Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu, jika suatu kaum meminjamkan suatu pinjaman, apakah yang meminjam itu berhak menolak mereka jika memintanya kembali?"
Abu Thalhah menjawab, "Tentu saja tidak!" Kemudian Ummu Sulaim berkata, "Demikian pula dengan anakmu. Anakmu telah meninggal dunia, maka mintalah pahala dari Allah."
Abu Thalhah berkata sambil marah, "Engkau telah membiarkan aku, hingga setelah aku berjunub karena bergaul denganmu, engkau beritahukan tentang anakku." Kemudian ia pergi mendatangi Rasulullah SAW untuk memberitahukan apa yang terjadi.
Rasulullah SAW membenarkan apa yang telah dikerjakan oleh Ummu Sulaim, lalu bersabda, "Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua." Dan dalam sebuah riwayat dikatakan, beliau bersabda, "Ya Allah, berilah berkah kepada mereka berdua."
Kemudian Ummu Sulaim melahirkan seorang anak kembali yang diberi nama Abdullah oleh Nabi SAW. Dan salah seorang di antara kaum Anshar berkata, "Kemudian aku melihat tujuh orang anak, semuanya pandai membaca Al-Qur'an, yakni anak-anak dari Abdullah. Semua itu, tidak lain karena dikabulkannya do'a Rasulullah SAW ketika berdo'a, 'Ya Allah, berikanlah berkah kepada mereka berdua.'."
Kisah di atas, telah mengajarkan kepada kita bahwa di antara sikap patriotisme imani yang dimiliki oleh istri-istri para sahabat yang menunjukkan kesabaran, keridhaan, dan keimanan ketika kematian anaknya, adalah sikap tabah Ummu Sulaim. Sikap inilah yang senantiasa mesti kita tiru dan dibangun dalam sebuah keluarga muslim. Lalu, jangan lupa dalam menghadapi cobaan hidup itu kita berdo'a, "Ya Allah, ringankanlah kami menanggung beban musibah dunia. Berikanlah kami sifat ridha atas qadha dan qadharMu. Pimpinlah kami di dunia dan di akhirat, karena hanya Engkau-lah sebaik-baik pemimpin, wahai Tuhan Seru sekalian alam."
Menyikapi fenomena itu, Dr. Abdullah Nashih Ulwan mengungkapkan, ketika seorang muslim mencapai taraf iman dan keyakinan yang tinggi, mempercayai ketentuan takdir, baik dan buruknya itu adalah dari Allah SWT, maka akan tampak kecil segala peristiwa dan musibah yang menimpa dirinya. Ia akan berserah diri kepada Allah SWT, jiwanya akan merasa tenang, hatinya akan tabah menghadapi cobaan, ridha akan ketentuan Allah dan tunduk kepada takdirNya.
Sehingga dengan berlandaskan iman semacam itu, Nabi SAW telah memberitahukan kepada umatnya bahwa siapa pun yang ditinggal oleh kematian anaknya, kemudian ia bersabar dan mengucapkan, "Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji'un." (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepadaNyalah kami akan kembali). Maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga yang diberi nama Baitul Hamdi (Rumah Pujian).
Akhirnya, tidak diragukan lagi, jika iman kepada Allah SWT ini benar-benar telah meresap di dalam kalbu. Ia akan membuat keajaiban-keajaiban. Sebab, iman itu sesungguhnya dapat mengubah seseorang dari kondisi lemah menjadi kuat. Pengecut menjadi pemberani. Bakhil menjadi dermawan. Dan dari gelisah menjadi tabah.
Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment